KOLEKSI MUSEUM mpu tantular

Patung Pantheon Dewa Buddha

Patung Pantheon Dewa Buddha ini menjadi koleksi Unit Pelaksana Teknis Museum Negeri Mpu Tantular  sejak tanggal 30 Desember 1992 dan saat ini ditempatkan di Ruang Pameran Tetap Museum. Pada Tahun 2018 Koleksi Pantheon Dewa Buddha sudah ditetapkan sebagai benda Cagar Budaya peringkat Provinsi Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur No : 188 /751/KPTS/013/2018 tanggal 17 Desember 2018  

Patung perunggu dari desa Kunti, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo ini ditemukan oleh seorang petani secara tidak sengaja. Keseluruhan patung ini pada waktu ditemukan berjumlah 70 (tujuh puluh) arca ada beberapa yang sudah tidak utuh lagi. Pada beberapa patung ditemukan lempengan logam ada yang dari emas, adapula yang dari perak. Lempengan logam bertulisan mantera tersebut dilipat 7 (tujuh) lipatan dan dimasukkan ke bawah patung. Dari sekian banyak patung hanya 2 (dua) lembar yang berhasil dikeluarkan sisa yang lainnya masih tetap menempel di patung sesuai aslinya. Perkembangan agama Buddha di Indonesia diketahui mulai dari abad IX di Jawa Tengah yang kemudian ditandai dengan adanya tinggalan berupa candi Borobudur yang hingga saat ini masih dipergunakan dalam setiap kali pelaksanaan upacara waisak.

Patung Pantheon Dewa Buddha yang lengkap pernah ditemukan juga di Nganjuk, namun ketika patung-patung tersebut akan dibawa ke Belanda dengan kapal laut terjadi kebakaran besar yang memusnahkan seluruh isi kapal.

Agama Buddha yang berkembang di Indonesia ada dua aliran yaitu Mahayana (kendaraan besar) dan Hinayana (kendaraan kecil) namun yangtampaknya lebih banyak penganutnya adalah aliran Buddha Mahayana. Dalam agama Buddha Mahayana dikenal sebagai dewa tertinggi yang disebut Adi Buddha. Untuk mengawasi kelangsungan agama Buddha di dunia maka Adi Buddha menjelma menjadi Dhyanibuddha yang tetap tinggal di sorga. Kata Dhyani berarti samadhi; Buddha yaitu tanpa awal dan akhir, sehingga Dhyani Buddha walaupun tidak tinggal di dunia tetapi berita penting Buddha hingga kapanpun karena Dhyanibuddha tidak dapat berhubungan secara langsung dengan manusia maka beliau memancarkan wakilnya yang disebut Manusi Buddha (Buddha manusia).  Setelah Manusi Buddha tadi meninggal kelangsungan hidup tugasnya diwakilkan kepada Dhyanibodhisattwa (Bodhi = pikiran dan sattwa = sifat).

Dari semua rangkaian dewa tersebut mulai Adi Buddha, Dhyani Buddha, Dhyani Boddhisattwa dan Manusia Buddha disebut dengan istilah pantheon dewa atau sekumpulan dewa. Dalam agama Buddha dalam suatu panteon dewa terdiri dari dewa utama dan dewa minor.  Dewa utama antara lain 5 (lima) dhyani buddha, Jambala, Manjusri dan lain sebagainya, sedangkan dewa minor antara lain dewa-dewa penjaga arah mata angin atau penjaga lingkaran luar dari Mandala Buddha.

Dari sekian banyak rangkaian Dhyani Buddha, Dhyani Bodhisattwa dan Manusi buddha hanya 5 (lima) yang sering disebut dan dipuka, baik dalam bentuk antropomorfik maupun dalam pantun keagamaan, yaitu:

  1. Posisi tengah / pusat / zenith

Dhyani buddha: Wairocana

Dhyani Boddhisattwa: samantabhadra

Manusi Buddha: Krakucchanda

  1. Posisi timur

Dhyani buddha: Akshobya

Dhyani Boddhisattwa: Wajrapani

Manusi Buddha: Kanakamuni

  1. Posisi Utara

Dhyani buddha: Amoghasidhi

Dhyani Boddhisattwa: Ratnapani

Manusi Buddha: Kacyapa

  1. Posisi Barat

Dhyani buddha: Amitabha

Dhyani Boddhisattwa: Awalokiteswarae

Manusi Buddha: Cakyamuni

  1. Posisi Selatan

Dhyani buddha: Ratnasambhawa

Dhyan Boddhisattwa: Wiswapani

Manusi Buddha: Maitreya

 

Manusia secara naluri mempunyai sisi religi dalam pola pemikirannya dan mempercayai adanya kekuatan besar yang tak kasat mata serta menguasai alam semesta yang kemudian dimanifestasikan ke dalam beberapa bentuk ikon atau simbol-simbol. Ikon ini dapat diartikan sebagai tokoh, gambar perwujudan atau tanda yang diketahui secara umum dan mempunyai makna tertentu. Dalam budaya India, ikon ini digunakan untuk mempresentasikan wujud dewa dalam bentuk Arca yang dibuat dari batu, logam atau daun atau kertas tertentu.

Fungsi Arca sendiri berkaitan dengan ritual keagamaan karena menjadi bagian dari ritual keagamaan itu sendiri. Arca merupakan objek pemujaan yang sebenarnya merupakan media bagi manusia untuk melakukan komunikasi dengan dewa yang dipuja kepercayaan banwa dalam melakukan pemujaan, para pemuja diwajiibkan melakukan kontak mata dengan mata dewa yang diarcakan. Oleh karena penglihatan mata arca (darshan) yang jatuh pada mata pemujanya menjadi salah satu svarat dalam pengarcaan dewa. Arca dapat digunakan juga sebagai alat bantu konsentrasi pada saat melakukan meditasi. Sejumlah arca menggambarkan praktek- praktek meditasi yang ditunjukan melalui mudra dan asana-nya.

id_ID