Fosil Pithecanthropus Erectus ini menjadi koleksi Unit Pelaksana Teknis Museum Negeri Mpu Tantular sejak tanggal 2 September 1988 dengan nomer Inventaris koleksi 02.21 F dan saat ini ditempatkan di Ruang Pameran Tetap Museum. Pada Tahun 2016 Koleksi Fosil Pithecantropus Erectus sudah ditetapkan sebagai benda Cagar Budaya peringkat Provinsi Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur No : 188 /785 /KPTS/013/2016 tanggal 27 Desember 2016
Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I, merupakan salah satu varian manusia fosil Pithecanthrophus soloensis yang diperkirakan hidup pada Kala Plestosen Atas atau diharapkan hidup pada 300.000 tahun yang lalu. Sebelum temuan Manusia Fosil Ngawi I, Manusia Fosil Pithecanthrophus soloensis ditemukan di Ngandong (Ngandong 1 sampai dengan 12), Sangiran (S 17), dan di Sambungmacan, Sragen (Sm1, Sm2). Dengan ditemukannya Manusia Fosil Ngawi I, dapat diketahui bahwa persebaran temuan manusia fosil Pithecanthropus soloensis ditemukan di Ngandong, Sangiran, Sambungmacan, dan Ngawi. Diketahui juga jenis Pithecanthropus soloensis hidupnya pada Kala Plestosen Tengah hingga Plestosen Atas. Secara kultural kehidupan manusia purba kategori Pithecanthropus solensis dapat diketahui dari ciri-ciri kehidupannya yang menggunakan alat-alat tulang, bola-bola batu, dan alat-alat serpih. Budaya tersebut termasuk dalam budaya Ngandong (Ngandongian).
Awalnya tengkorak manusia fosil tersebut, ditemukan tidak sengaja oleh seorang siswa Sekolah Teknik Menengah Atas bernama Catur Hari Gumono di Ngawi sekitar bulan Agustus 1987, pada tepian sisi kiri aliran Bengawan Solo di Dukuh Mulyorejo, Desa Karangtengah, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, kemudian diserahkan oleh otoritas Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi kepada UPT. Museum Negeri Mpu Tantular, Pada bulan Desember 1988, kurator Museum Geologi di Bandung, yaitu Mr. S. Darsoprajitno telah melihat dan menelitinya dan kemudian menemukan temuan Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I, dilaporkan kepada S. Sartono, tenaga pengajar Teknik Geologi Bandung.
Hasill penelitian tentang diagnosis taksonomi Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I, dipresentasikan dalam kegiatan Seminar Internasional Indo-Pascific Prehistory 1990 pada tanggal 24 Agustus 1990 sampai dengan 2 September 1990 di Yogyakarta. Hasil penelitian S. Sartono menunjukkan bahwa diagnosis Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I, ditetapkan sebagai manusia fosil varian Pithecanthropus soloensis, jadi dikategorikan lebih maju dibandingkan dengan jenis Pithecanthropus erectus dan lebih primitif dibandingkan dengan jenis manusia Homo wadjakensis.
Dari penelitian S. Sartono, diketahui bahwa temuan Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I, berasal dari lapisan Kala Plestosen Atas dan dianggap sejaman dengan lapisan Kala Plestosen Atas: formasi manusia fosil Ngandong I sampai dengan Ngandong 12 serta temuan Notopuro, tempat ditemukannya manusia fosil Sambungmacan I, Sragen. Atas dasar hal tersebut maka Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I digolongkan serta dimasukkan sebagai Pithecanthropus solensis sejaman dengan manusia fosil Ngandong 1 – 12, Sambungmacan 1 dan Sangiran 17.
Berdasarkan penelitian Sukadana tahun 1989, diketahui bahwa volume otak Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I berkisar 1000 cc dan jenis kelaminya adalah laki-laki. Diketahui juga ciri-ciri fisiknya lebih primitif dari manusia fosil Ngandong: Pithecanthropus soloensis yakni 1,200 cc namun lebih progresip dibandingkan manusia fosil Trinil: Pithecanthropus erectus yakni 600 CC. Bagian tonjolan kening sangat nyata, bagian belakang kepala menyudut dan lubang sumsum belakang sama seperti lubang sumsum Pithecanthropus erectus yakni lebih ke belakang. Dengan demikian diperkirakan belum bisa berjalan tegak serta belum bisa menggenggam cermat. Kepurbaan Tengkorak Manusia Fosil Ngawi I, diperkirakan sekitar 300.000 tahun yang lalu atau sejaman dengan manusia fosil Ngandong (Jacob 1971: 282).
Penelitian terakhir dilakukan Harry Widianto dan V. Zeitoun tahun 2003 berkesimpulan bahwa fosil Ngawi I masuk tahap evolusi Homo erectus selama masa Plestosen. Tengkorak ini lebih maju dari pada Trinil dan Sangiran. Termasuk dalam kelompok awal Plestosen Tengah, sedangkan Ngawi I berusia 300.000 tahun yang lalu akhir Plestosen Tengah.