KOLEKSI MUSEUM mpu tantular

Garudeya

Pada Tahun 2016 Koleksi Garudeya sudah ditetapkan sebagai benda Cagar Budaya peringkat Provinsi Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur No : 188 / 145  /KPTS/013/2016 tanggal 20 Pebruari 2016.

Hiasan Garudeya ini merupakan benda temuan oleh sdr Seger pada tahun 1989. Proses penemuan terjadi diwaktu Seger sebagai seorang buruh tani dan ternak yang sedang memperbaiki pematang sawah. Lokasi temuan di Desa Plaosan, Kecamatan Wates Kabupaten Kediri. Benda temuan Hiasan Garudeya selanjutnya diberi imbalan jasa oleh Bidang Muskala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur melalui Proyek Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Jawa Timur (P2SK). 

Salah satu data yang paling utama dari artefak Garuda ini adalah adanya relief cerita Garudeya. Digambarkan Garuda sedang terbang membawa Guci Amrta guna membebaskan ibunya (winata) dari perbudakan sang Naga (Kadru). Cerita Garudeya yang menandai pengaruh Hindu pada peradaban Klasik di Indonesia ini menjadi sangat penting ketika kemudian dikaitkan dengan kebudayaan asli yakni unsur pelepasan dalam religi universal pada jamannya. Bahkan kepercayaan ini pun masih berlangsung dan digunakan dalam unsur-unsur budaya selanjutnya. 

Data penting lainnya yaitu adanya tulisan yang berbunyi “Sri” pada motif telapak tangan yang terdapat pada lempengan pertama. Selanjutnya adalah tokoh-tokoh Ghana, raksasa dan yang tidak kalah penting adalah adanya hiasan Surya Majapahit dalam artefak tersebut. Dari data-data tersebut kemudian didukung oleh adanya hiasan klintingan dipinggirnya, maka asumsi yang muncul adalah bahwa artefak tersebut adalah benda suci keagamaan yang biasa dipakai oleh para pemimpin upacara atau tokoh sentral dalam upacara keagamaan dan digunakan sejak jaman Singasari hingga Majapahit.

Garudeya terbuat dari emas 22 karat, berat keseluruhan 1.163 gram. Dan berhiaskan 64 batu permata yang sebagian besar sudah hilang. Jumlah batu permata yang masih tersisa saat ini adalah 48 buah. Batu permata disusun secara simetris di bagian kanan dan kiri. Ornamen hiasnya dapat dipisahkan menjadi 3 (Tiga) bagian :

  1. Bagian pertama mempunyai bentuk simbar berpuncak tiga dengan dasar Di ujung kedua puncak simbar terdapat semacam kawat bentuk siku-siku yang dulu berfungsi sebagai kaitan. Di bagian tepi kanan dan kiri simbar terdapat bulatan yang berfungsi sebagai klintingan. Klintingan ini dihias dengan bintang bersudut empat dengan batu permata berwarna ungu muda ada di tengahnya. Di sisi kanan dan kiri simbar, dihias batu permata berwarna keunguan, batu kecil warna merah jambu atau keunguan, batu berpasangan dengan batu agak besar warna biru, batu kecil berwarna biru tua berpasangan dengan batu kuning. Setiap pasang batu dihias bingkai sulur-suluran. Di tengah dasar simbar terdapat sebuah permata besar warna biru tua diapit permata kecil berwarna merah muda. Bingkai pertama berhiaskan relief telapak tangan kiri sebatas pergelangan tangan, jari-jari terbuka dengan goresan huruf Jawa Kuna berbunyi (Sri?) pada permukaan telapak tangan. Tangan ini dikelilingi hiasan Surya Majapahit. Tangan ini tegak di atas bunga padma dan diapit lidah api. Di bawah relief telapak tangan terdapat Hiasan Garuda dengan sikap terbang, kaki kanan jongkok sedang kaki kiri ditekuk ke belakang. Garuda digambarkan dengan paruh terbuka dengan lidah melengkung ke atas dan rambutnya ikal terurai. Tangan kanan bersikap vitarka mudra, tangan kiri membawa udara Amrta gan yang beralaskan padma. Di sekitar Garuda digambarkan pertapaan dengan pemandangan alam tumbuh- tumbuhan dan batu karang.  Simbol burung Garuda yang membawa kendi (Kamandalu) berisi air Amrta (Air Kehidupan), merupakan cuplikan dari cerita Adiparwa (salah satu bagian Kitab Mahabarata) yang menggambarkan cerita Garudeya. Di atasnya terdapat gambar telapak tangan kiri dilengkapi dengan hiasan motif lidah api, merupakan simbol kekuasaan dewa Siwa sebagai dewa perusak (destruktif).
  1. Bagian kedua dihubungkan dengan bagian pertama melalui engsel-engsel silinder. Bagian kedua berbentuk trapezium terbalik dengan ukuran lebih kecil dari ukuran bagian pertama. Sisi kanan dan kiri bagian ini juga terdapat hiasan klintingan. Tepat dipuncak tengah bagian kedua ini terdapat tiga buah permata yang warnanya sama dengan yang terdapat di dasar pertama. Relief utama bagian ke dua ini adalah raksasa yang digambarkan bersikap alidhasana, yakni kaki kanan ditekuk sedang kaki kiri lurus ke samping. Raksasa ini berambut ikal panjang, mulut menyeringai dan mata melotot. Simbol raksasa yang membawa gada, kemungkinan merupakan penggambaran raksasa sebagai penjaga air Amrta.
  2. Bagian ketiga juga dihubungkan dengan system engsel, ukurannya lebih kecil dan bentuknya mirip corong. Relief pada bagian ke tiga ini ialah manusia (rakasasa) bersayap memakai mahkota, ke dua tangannya menyangga sulur-suluran. Raksasa dengan kedua tangan seolah bersikap menyangga, merupakan penggambaran dari Gana (raksasa setengah dewa) yang bertugas menjaga bangunan suci.

Dilihat dari reliefnya, kemungkinan hiasan ini merupakan peninggalan dari abad X-XI Masehi. Ada beberapa pendapat tentang perhiasan Garudeya, menurut Prof. Edi Sedyawati benda ini berasal dari jaman Erlangga pada abad XI Masehi karena terdapat hiasan garuda sebagai ciri khas jaman Erlangga dan perhiasan ini yang dikenakan di depan dada dan yang dianggap benda ini sebagai alat upacara dengan dasar adanya klintingan yang melekat pada hiasan. Sebagaimana kita ketahui klintingan dipercaya bisa membuka alam Dewa dan benda ini hampir ada di setiap upacara. Benda ini diperkirakan dibuat pada tahun 1212 Saka atau 1290 Masehi. Penanggalan ini berdasarkan pada Candra Sengkala yang melekat pada perhiasan tangan: 2 peksi, Indra angka 1, Raksasa (Hangraksa) angka 2 dan Dewi angka 1. Berdasarkan pembacaan terhadap candra sengkala di atas dapat diduga perhiasan ini dibuat pada masa pemerintahan Kertanegara. Sedangkan pendapat ketiga, benda ini dipergunakan sebagai penutup tubuh bagian bawah / Badong. 

id_ID